2016/09/07

Burung-burung Manyar #Novel



Burung-burung Manyar, sebuah roman karya Y.B Mangunwijaya

Burung-burung Manyar atau Ploceus Manyar, pencuri-pencuri padi itu, yang pandai membuat sarang berbentuk perut dan berpipa ke bawah. Burung-burung Manyar jantan, jika sudah akil balik dan menanjak masa mereka berpasangan, mereka mulai membangun sarang, terbuat dari alang-alang atau daun-daun tebu atau daun-daun lain yang panjang. Benar-benar ahli dan bersenilah mereka membangun sarang yang rapi serta bercitra perlindungan yang meyakinkan. Yang betina hanya melihat saja dengan enak-enak santai, tetapi penuh perhatian kepada kesibukan para insinyur-insinyur muda itu. Namun mulailah lakon mendramakan diri. Manyar-manyar betina itu menaksir hasil pembangunan para jantan itu, mempertimbangkan sejenak dan memilih yang berkenan di hati mereka. Berbahagialah yang dipilih itu. Tetapi alangkah sedihnya bagi yang tidak dipilih. Lalu inilah yang terjadi. Para usahawan yang menawarkan hasil teknologi mereka tetapi tidak laku itu sedih. Serba frustasi. Sarang yang sudah selesai itu dilolosi dan dibongkar sehingga semua rusak, lalu jerih payah yang gagal itu dibuang ke tanah. Tetapi syukurlah, mereka tidak putus asa. Manyar-manyar jantan yang frustasi tadi mulai mencari alang-alang dan daun-daun tebu lagi dan sekali lagi dari awal mulai membangun sarang yang baru, penuh harapan, semoga kali ini berhasil dianugerahi hati berkenan dari seorang putri. -Larasati, hal. 312

Burung-burung manyar tidak merebut betina dari rivalnya, tetapi menerima dan menghormati pilihan si betina. Boleh sedih, membongkar dan menghempaskan sarang yang dibangunnya dengan susah payah, dengan dedikasi sepenuhnya, dengan hati seluruhnya. Tetapi jantan yang tidak dipilih tetap menghormati kedaulatan pemilihan betina. Tapi inilah kesulitanku, aku bukan manyar. Aku manusia dan aku Teto.  -Setadewa, hal.328

Novel setebal 404 halaman ini (sesungguhnya 418 halaman kalau daftar isi dan halaman tentang penulis ikut dihitung, hahahaa..) sukses menarik perhatianku mulai pukul 18.30 –  00.30 WIB (dengan jeda beberapa menit untuk makan, ke kamar mandi, nyeduh kopi pukul 9 malam). Yeah,, kalau sudah dengan hobby yang satu ini (yang biasanya sering tersalurkan sambil bongkar muat alias b*ker di kamar mandi, hanya itu waktu yang kupunya saat ini ditengah-tengah setumpuk kesibukan kantor dan yang lainnya) suka lupa waktu. Dan, rasa penasaran tentang akhir dari pewayangan yang dikisahkan membuat ingin segera mengakhiri membaca.

Saya tidak ingin membicarakan terlalu banyak isi (membuat ringkasan atau resensi) karena bisa mengandung spoiler. Beli novelnya saja deh.. Kasihan penulisnya.. :D
Yang pasti, novel ini kalau dari segi isi, recommended lah.. Ini tidak melulu persoalan cinta, tapi persoalan prinsip hidup dan pilihan -yang paling tepat- yang harus diambil. Apalagi, kisah cinta yang diangkat dan ditokohkan oleh Teto (Setadewa) dan Atik (Larasati), bukanlah kisah cinta anak alay sekarang ini, atau kisah percintaan ala sinetron yang mencapai 400 episode. Sayangnya, novel yang ada padaku ini (yang merupakan cetakan kesekian –cetakan pertama tahun 1981-), banyakkkkk aja typo-nya. Kemungkinan besar, karena penerbitnya beda dengan novel cetakan sebelumnya, jadi mereka mungkin ketik ulang. Alhasil, begitulah akhirnya..typo-nya gak kehitung.. Oh ya, cover yang ada padaku ini berbeda dengan cover cetakan lain. Jadi, halamannya mungkin juga berbeda (siapa tahu kalian langsung buka halaman yang aku posting di atas).

Dan,, siapakah burung Manyar di dalam buku ini? Seberapa frustasikah dia? Bagaimana dia membangun sarangnya? Apa impiannya selama membangun sarang tersebut? Well,, mari membaca dan merenung. Saya kira, masing-masing kita adalah burung Manyar dengan versi yang berbeda. Pernah membangun sesuatu namun rasanya tiada arti. Lalu apa? Selama apa kita harus menangisinya? Setidaknya, milikilah harapan untuk membangun kembali... Selamat minum kopi.. *akhir yang indah,, kopiiii.. :*